Banyak sekali hal yang terjadi di dunia perikanan Indonesia selama beberapa tahun belakangan. Salah satu yang cukup menarik perhatian adalah mengenai IUU Fishing. IUU Fishing ini menarik karena melibatkan banyak pihak di seluruh dunia. Urusan-urusan terkait IUU Fishing bisa berbuntut sangat panjang dan bersinggungan dengan banyak negara lain. Yuk kita bahas lebih lanjut mengenai IUU Fishing!
IUU Fishing adalah singkatan dari Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing. Oleh karena itu, IUU Fishing juga bisa disebut sebagai kegiatan perikanan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur. Kegiatan ini bisa mengancam pengelolaan sumber daya laut dan perikanan di seluruh dunia serta mengancam keberlangsungan hidup biota laut rentan atau terancam punah. Makanya, tidak heran kalau PBB pada tahun 2008 menetapkan IUU Fishing sebagai 1 dari 7 kejahatan maritim dunia bersama pembajakan dan perampokan bersenjata, terorisme, perdagangan gelap senjata, narkotika, penyelundupan dan perdagangan orang melalui laut, dan pengrusakan lingkungan laut.
Contoh kegiatan yang bisa dikategorikan ke dalam IUU Fishing adalah menangkap ikan tanpa lisensi sah, tidak melaporkan hasil penangkapan dengan sebenar-benarnya, memalsukan laporan kegiatan penangkapan, dan mengganggu kegiatan pemeriksaan oleh pihak berwenang. Selain itu, European Legislation juga menyebutkan kegiatan berpartisipasi atau turut serta dalam pengiriman ilegal sebagai bagian dari kegiatan IUU Fishing.
Salah satu modus IUU Fishing yang paling sering terjadi di Indonesia adalah mark down ukuran kapal gross tonnage (GT). Hal ini berarti ukuran kapal yang ditulis dalam dokumen tidak sesuai dengan ukuran kapal sebenarnya. Alasan di balik sering terjadinya mark down ukuran kapal ini adalah untuk memudahkan perizinan dan menghindari pajak. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 38/PERMEN-KP/2015 Tentang Tata Cara Pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang Berasal dari Pungutan Perikanan, Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dengan persentase besaran tarif pajak yang wajib dibayarkan per kategori ukuran kapal adalah 5% untuk kapal kecil (30–60 GT), 10% untuk kapal sedang (> 60–200 GT), dan 25% untuk kapal besar (> 200 GT).
Menurut Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP, Pung Nugroho Saksono, upaya untuk melindungi perairan Indonesia beserta sumber daya alamnya tidak hanya dilakukan untuk mencegah praktik perikanan ilegal oleh pihak luar, tetapi juga untuk mencegah praktik perikanan yang dilakukan oleh kapal-kapal Indonesia yang tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, kembali ditegaskan kepada para nelayan dan pelaku industri perikanan untuk terus mematuhi peraturan yang berlaku.
Praktik IUU Fishing adalah praktik terlarang yang harus dihentikan untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di laut dan lingkungan sekitarnya. Praktik IUU Fishing tidak hanya merugikan negara kita, tetapi juga bisa merusak hubungan antar negara dan antar pihak-pihak lain yang terlibat. Mari terus menjaga laut kita, karena kalau bukan kita, siapa lagi?
Mau berbagi cerita juga? Yuk daftarkan komunitas-mu ke dalam jaringan Penjaga Laut