Ikan bukan Honda Astrea yang butuh bensin untuk berjalan, atau tungku api yang butuh minyak untuk hidup. Lalu, mengapa kita masih terus menumpahkan minyak ke laut?
Februari lalu, 8,4 barel minyak mentah yang berasal dari kebocoran pipa milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mencemari laut Dumai, Riau. Tragedi lingkungan di Dumai ini memperpanjang daftar kasus tumpahan minyak di lautan Indonesia, baik minyak bumi maupun crude palm oil. Padahal, baru tiga tahun lalu kita menghadapi bencana fatal, 400 barel minyak bumi bocor dari pipa bawah laut milik Pertamina dan mencemari 20.000 hektar area pesisir Balikpapan. Lima orang nelayan dan ratusan biota laut tewas. Nelayan yang selamat pun tak luput dari persoalan, tangkapan mereka menurun akibat ekosistem setempat rusak.
Ini tentu bukan kegemaran, tetapi mengapa terus berulang? Ongkos dari tumpahan minyak di lautan terlalu mahal. Menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, setidaknya terdapat tujuh dampak dari tumpahan minyak di laut:
- Kematian organisme. Tumpahan minyak yang terjadi di dekat area pesisir akan menyebabkan ikan-ikan di keramba atau area tambak warga mati, sehingga gagal panen. Selain itu, mangrove dan tumbuhan di area pesisir lainnya juga dapat mati.Bila kebocoran terjadi di laut dalam, berbagai biota laut akan terancam, termasuk satwa yang dilindungi. seperti yang terjadi pada bulan lalu di Israel, seekor bayi paus ditemukan mati di area pesisir yang tercemar minyak bumi.
- Perubahan reproduksi dan tingkah laku organisme. Uji laboratorium menunjukkan bahwa reproduksi dan tingkah laku organisme ikan dan kerang-kerangan dipengaruhi oleh konsentrasi minyak di air. Banyak jenis udang dan kepiting membangun sistem penciuman yang tajam untuk mengarahkan banyak aktivitasnya, akibatnya eksposur terhadap bahan B3 menyebabkan udang dan kepiting mengalami gangguan di dalam tingkah lakunya seperti kemampuan mencari makan dan kawin.
- Regenerasi spesies terganggu. Paparan minyak berisiko terhadap organisme laut, terutama pada fase telur dan larva. Dampak menjadi lebih buruk jika tumpahan minyak terjadi bertepatan dengan periode memijah (spawning) dan lokasi yang terkena dampak adalah daerah nursery ground. Akan lebih parah lagi apabila lokasi yang terkena tergenang minyak ini merupakan daerah yang tertutup/semi tertutup seperti teluk.
- Mengancam biota berkarakter teritorial. Secara umum, ikan dapat menghindari bahan pencemar, namun ada beberapa jenis ikan yang bersifat teritorial, artinya ikan tersebut harus kembali ke daerah asal untuk mencari makan dan berkembang ikan meskipun daerah asalnya telah terkontaminasi limbah B3.
- Bau lantung (tainting). Bau lantung ini dapat terjadi pada jenis ikan keramba dan tambang yang tidak memiliki kemampuan bergerak menjauhi bahan pencemar minyak sehingga menghasilkan bau dan rasa yang tidak enak pada jaringannya. Namun ikan tangkapan di laut juga tak lepas dari risiko, seperti yang terjadi pada hasil tangkapan nelayan kerawang yang tercemar kebocoran minyak pada pertengahan 2019 lalu.
- Kegiatan budidaya perikanan terganggu. Tumpahan minyak ini akan berdampak langsung pada kegiatan budidaya, selain organisme yang akan terkena dampak, peralatan seperti jaring dan temali tidak dapat digunakan lagi.
- Kerusakan ekosistem. Tumpahan minyak dapat mengganggu ekosistem mangrove, delta sungai, estuari, lamun, dan terumbu karang, yang merupakan daerah perkembangbiakan, penyedia habitat dan makanan. Sebagai contoh, tumpahan minyak di Balikpapan pada 2018 lalu, telah merusak ribuan hektar ekosistem mangrove.
Minyak tumpah ke laut bukan persoalan yang bisa diselesaikan semudah membalikan telapak tangan. Meskipun para pihak yang terlibat dalam penyebab kebocoran kerap klaim berhasil menangani tumpahan minyak dalam hitungan hari, nyatanya dampak terasa lebih lama dan menjalar kemana-mana. Mulai dari penduduk setempat meregang nyawa, satwa dilindungi mati, ekosistem berantakan, tangkapan nelayan berkurang dan terpaksa menjual ikan yang tercemar. Penjaga Laut, ikan santapan lezat harusnya dilumuri minyak sayur, bukan minyak bumi, iya nggak sih? #AkuJagaLaut
Sumber:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210301200017-4-227052/ini-penjelasan-lengkap-soal-tumpahan-minyak-chevron-di-dumai
https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/2626-tumpahan-minyak-oil-spill
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190901194350-20-426611/ikan-ikan-hitam-dan-bocor-minyak-pertamina