Penjaga laut, pernahkah kamu membayangkan apa jadinya apabila Mangrove tak lagi ada di pesisir kita? Nampaknya hal itu akan sangat mengerikan bukan? Selain sebagai tanggul alami yang meredam abrasi dan ombak tinggi, mangrove juga berperan sebagai produsen primer, tempat memijah, membesarkan serta tempat tinggal 39-82 jenis spesies ikan, udang dan kepiting yang hidup di sekitarnya. Namun, belakangan ini kondisi Mangrove di Indonesia sedang dalam kondisi yang kritis dan diambang degradasi. Apa penyebabnya?
Namun, sebelum lebih jauh menelisik penyebab kerusakan mangroe, mari kita berkenalan dengan mangrove. Meski kebanyakan orang menyebut mangrove sebagai tumbuhan, namun nama mangrove sejatinya mengacu kepada sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai tropis dan subtropis yang terlindung (Saenger, dkk, 1983). Formasi ini adalah zona-zona yang muncul sebagai akibat adanya proses suksesi dan adaptasi dari masing-masing jenis mangrove.
Zonasi ini dibagi beradasarkan posisi, zona depan, tengah dan belakang. Zona yang lebih kedepan di tempati jenis yang lebih toleran terhadap air laut yang antara lain Ceriop sp., Xyclocarpus sp., Aegiseras sp dan Nypa sp. Zona tengah atau daerah yang lebih kearah pantai di tempati oleh jenis-jenis yang tahan terhadap salinitas tinggi dan subtrat dasar berkadar oksigen rendah seperti Lumnitzera sp., Bruguiera dan Rhizophora sp. Zona tengah atau daerah yang lebih kearah pantai di tempati oleh jenis-jenis yang tahan terhadap salinitas tinggi dan subtrat dasar berkadar oksigen rendah seperti Lumnitzera sp., Bruguiera dan Rhizophora sp.
Di Indonesia, mangrove hampir tumbuh di seluruh pantai dari Sabang-Merauke. Di sepanjang pantai timur Sumatera, Pulau Kalimantan, pantai selatan Sulawesi dan pantai selatan Papua adalah daerah dengan pertumbuhan mangrove terbesar di Indonesia. Sayangnya, pada pada Konferensi Internasional Ekosistem Mangrove Berkelanjutan, di Bali, 18 April 2017 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, dari seleuruh ekosistem mangrove yang berada di 257 kabupaten/kota di Indonesia, sebagian besarnya telah mengalami kerusakan.
Menurut Center for International Forestry Research (CIFOR) saat ini ekosistem mangrove Indonesia mengalami tekanan dengan ancaman laju degradasi yang tinggi mencapai 52.000 ha/tahun. Dari 3,3 juta hektare hutan mangrove di Indonesia, menurut data yang dirilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terdapat 637 ribu ha atau 19% dari total luasan lahan sebesar 3,31 juta hektar yang kondisinya sudah kritis. Alih fungsi lahan, pencemaran limbah, meningkatnya illegal logging dan meningkatnya laju abrasi adalah penyebab dari memburuknya kondisi Mangrove di Indonesia.
Dalam studi yang dilakukan oleh Onrizal, pakar lingkungan hidup Universita Sumatera, menunjukan ada penurunan signifikan luasan mangrove di daerahnya. Untuk Sumatera Utara, berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Sumut, sampai 2014, kondisi mangrove masih tersisa sekitar 36.000 hektar. Dari angka itu, berdasarkan riset Onrizal, Sumut telah kehilangan mangrove dengan jumlah mendekati 60%. Sebanyak 27% dari jumlah tersebut, tambak udang, ikan juga pertanian maupun perkebunan sawit merupakan faktor utama berkurangnya luasan mangrove di Sumatera Utara.
Kondisi ini sungguh ironis. Padadahal, indonesia dinobatkan sebagai negara yang kaya akan jumlah dan keragaman mangrovenya. Dari 202 jenis mangrove yang tumbuh di pesisir Indonesia, terdapat 89 jenis pohon, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit, 19 jenis pemanjat, 5 jenis palma, dan 1 jenis paku. Fakta tersebut juga belum cukup untuk menunjukan bahwa negara kepulauan ini merupakan negara yang kaya akan mangrove. Berdasarkan Buku Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, dari total 60 jenis mangrove sejati yang ada di dunia, 43 jenis diantaranya ditemukan di Indonesia.
Kondisi tersebut memunculkan adanya urgensi untuk memulai rehabilitasi mangrove di Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No.03/MENHUT-V/2004 Rehabilitasi hutan mangrove adalah upaya mengembalikan fungsi hutan mangrove yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu mengemban fungsi ekologis dan ekonomis. Tak hanya perbaikan kondisi dan fungsi ekologis dan ekonmis dari mangrove, rehabilitasi juga diperlukan sebagai bagian integral dari pengelolaan kawasan pesisir.
Sejauh ini Indonesia telah memulai program rehbilitasi mangrove yang menargetkan luasan lahan mencapai 600 ribu hektare. Target dari program rehabilitasi ini adalah lahan-lahan yang dalam kondisi kritis yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Program rehabilitasi mangrove sangat penting mengingat laju dari perubahan iklim yang kian menghawatirkan dan mengancam ekosistem pesisir. Dengan upaya tersebut, dampak dari perubahan iklim seperti gelombang pasang dan juga abrasi dapat diminimalisir. Selain itu kemampuan mangrove yang dapat menyimpan karbon juga menawarkan solusi bagi mitigasi perubahan iklim.
Namun, penjaga laut, rehabilitasi mangrove ini juga perlu memperhatikan aspekl-aspek penting lainnya. Idealnya penyelanggaraan rehabilitasi mangrove ini perlu mengutamakan pendekatan yang partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan membderdayakan masyarakat. Dengan demikian kesadaran akan pentingnya rehabilitasi mangrove juga dapat disadari oleh masayarakat sekitarnya, terutama nelayan yang bertumpu pada ekosistem pesisir.
Sumber:
Suharsono. 2014. Biodiversitas Biota Laut Indonesia. Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta.
https://www.researchgate.net/publication/323309341
http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/561
https://www.mongabay.co.id/2021/05/04/upaya-memulihkan-ekosistem-mangrove-yang-kritis/
http://pdashl.menlhk.go.id/newsdetail.php?id=344-Apa-itu-Rehabilitasi-Mangrove
https://www.mongabay.co.id/2020/11/10/harapan-baru-rehabilitasi-mangrove-di-lokasi-kritis/
Mau berbagi cerita juga? Yuk daftarkan komunitas-mu ke dalam jaringan Penjaga Laut