Terumbu Karang tentu sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Banyak yang langsung mengasosiasikan terumbu karang sebagai penghuni warna-warni bawah laut. Beberapa juga mengenalnya sebagai tempat tinggal beberapa hewan, misalnya Ikan Badut dan Ikan Blue Tang. Tapi, bagaimana kondisi terumbu karang di Indonesia saat ini? Apakah masih berwarna-warni dan indah seperti yang dikenal selama ini?
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terumbu karang tertinggi di dunia. Bersama dengan Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Malaysia, Indonesia tergabung dalam segitiga karang dunia (coral triangle). Dunia juga memiliki hari khusus untuk merayakan Hari Terumbu Karang Dunia, yaitu setiap tanggal 8 Mei.
Sayangnya, terumbu karang di Indonesia kini tengah mengalami masalah besar. Menurut data dari LIPI di tahun 2017 lalu, hanya ada 6,39% terumbu karang yang berada dalam kondisi sangat baik. Jumlah ini disusul oleh 23,40% terumbu karang dengan kondisi baik dan terumbu karang dengan kondisi cukup sebanyak 35,06%. Jumlah terumbu karang dengan kondisi buruk mencapai angka 35,15%. Sebuah persentase yang tidak sedikit dan tentu saja meresahkan.
Menurut Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Moh Abdi Suhufan, salah satu faktor yang menyebabkan kondisi terumbu karang di Indonesia terus mengalami penurunan adalah karena destructive fishing masih sering terjadi. Kegiatan destructive fishing tersebut marak ditemukan di Perairan Laut Sawu NTT, Taman Nasional Takabonerate Selayar, Perairan Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan, Perairan Maluku, dan Perairan Sulawesi Tenggara.
Poin yang membuat destructive fishing berbahaya untuk keberlangsungan hidup terumbu karang adalah bahan-bahan yang digunakan. Destructive fishing pada umumnya menggunakan bahan-bahan berbahaya, seperti bom ikan dan bahan beracun lainnya. Menurut data dari World Bank, setiap 250 gram bom ikan akan menghancurkan luasan terumbu karang sebanyak 5,30 m2. Bayangkan jika ada beberapa bom ikan yang dijatuhkan di setiap harinya. Berapa banyak kita harus kehilangan luasan terumbu karang?
Untuk menanggulangi permasalahan ini, pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Selain itu, Direktorat Jenderal PSDKP melalui Pengawas Perikanan juga terus berupaya untuk menggagalkan praktik destructive fishing di seluruh Indonesia agar dapat menekan angka kemerosotan kondisi terumbu karang.
Terumbu karang Indonesia saat ini tengah mengalami penurunan kondisi yang juga berpengaruh pada lingkungan sekitarnya. Jika semakin banyak terumbu karang hancur, semakin banyak pula hewan laut yang kehilangan tempat tinggal dan bisa menyebabkan tidak seimbangnya kehidupan di ekosistem sekitar. Semoga semakin banyak langkah-langkah lainnya yang bisa ditempuh untuk terus meningkatkan keberlangsungan hidup terumbu karang dan ekosistem laut secara keseluruhan.
Mau berbagi cerita juga? Yuk daftarkan komunitas-mu ke dalam jaringan Penjaga Laut