Jika mendengar kata ubur-ubur, yang pertama kali muncul di kepala banyak orang adalah hewan transparan seperti jeli yang bisa berenang di lautan. Selain itu, beberapa tahun lalu, kita mungkin mendengar tentang sengatan ubur-ubur mematikan yang memiliki tentakel beracun. Tapi, apakah ubur-ubur memang hanya tentang hewan transparan yang beberapa di antaranya dikategorikan sebagai hewan beracun?
Ubur-ubur, atau Scyphozoa, adalah biota laut tanpa tulang belakang. Jika dilihat dari bentuk fisiknya, ubur-ubur memang memiliki sedikit kemiripan dengan gurita. Yang membedakannya adalah tentakelnya yang lebih kecil dan berserabut serta tubuhnya yang transparan. Ternyata, total keseluruhan ubur-ubur yang hidup di dunia ini mencapai 200 spesies, lho!
Ternyata, ubur-ubur memiliki banyak manfaat untuk manusia. Salah satu manfaatnya adalah untuk diagnosis kesehatan manusia melalui Green Fluorescent Protein (GFP) yang terkandung di tubuh ubur-ubur. Contoh penerapan GFP untuk mendiagnosis kesehatan adalah dengan pelekatan ke sel pankreas yang memproduksi insulin. Metode ini sangat penting untuk mendiagnosa pasien diabetes tahap awal.
Manfaat luar biasa lain dari ubur-ubur adalah sebagai alat penyaring mikroplastik. Ada salah satu spesies ubur-ubur yang terikat dengan mikroplastik dan berkembang sangat pesat sampai mencapai overpopulasi. Oleh karena itu, ubur-ubur ini dimanfaatkan untuk membuat biofilter, sehingga limbah mikroplastik tidak terlepas ke perairan. Nama yang digunakan untuk proyek ini juga lucu sekali, yaitu Project Go Jelly.
Ubur-ubur juga sudah sering dijadikan sebagai snack di berbagai negara. Karena animo konsumen yang bagus, snack berbahan dasar ubur-ubur ini terus diproduksi. Di sisi lain, peningkatan produksi snack ubur-ubur ini juga menyebabkan penangkapan ubur-ubur terus meningkat dari waktu ke waktu. Semoga saja produksi snack ubur-ubur ini diproduksi dengan menggunakan prinsip sustainable fishing, ya!
Salah satu tempat untuk menemukan ubur-ubur di Indonesia adalah di Pantai Ancol, Jakarta. Menurut Arief Rachman, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, ada 2 jenis ubur-ubur yang terlihat di perairan Ancol. Kedua jenis ubur-ubur tersebut adalah Phyllorhyza sp. atau Spotted Jelly dan Catostylus sp. atau jelly blubber. Lebih lanjut lagi, Arief juga menuturkan bahwa kedua jenis ubur-ubur ini termasuk ke dalam kategori mild stinger atau sengatan tidak mematikan. Efek samping dari sengatan ubur-ubur ini adalah kulit merah dan gatal.
Lalu, apa yang harus dilakukan jika tersengat ubur-ubur? Menurut Tri Maharani, dokter spesialis biomedik, cuka adalah bahan yang bisa digunakan sebagai alat pertolongan pertama pada sengatan ubur-ubur. Cuka yang sudah diencerkan dengan air harus dituangkan ke area yang tersengat lalu dibiarkan selama 30 detik. Setelah itu, tentakel yang menempel di kulit bisa dilepaskan dan penderita bisa langsung dibawa ke UGD.
Ubur-ubur tidak hanya merupakan biota laut yang penampilannya menggemaskan seperti jeli, melainkan juga biota laut yang memiliki banyak potensi. Meskipun demikian, mengganggu ubur-ubur atau merusak ekosistem tempat tinggalnya tentu bukan merupakan tindakan bijak. Sudah saatnya untuk kita terus menjaga lingkungan sekitar, termasuk lingkungan tempat tinggal ubur-ubur untuk bumi yang semakin bermanfaat dan lebih baik lagi.
Mau berbagi cerita juga? Yuk daftarkan komunitas-mu ke dalam jaringan Penjaga Laut