Harapan baru bagi keberlanjutan mangrove Indonesia kian tertanam sejak penghujung tahun 2020. Pasalnya, pada 22 Desember 2020, melalui Perpres Nomor 120/2020, Pemerintah Indonesia menetapkan pembentukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Lembaga ini merupakan kelanjutan dari Badan Restorasi Gambut (BRG) yang didirikan pada tahun 2016 dan telah selesai masa kerja pada akhir 2020 lalu. Sesuai dengan namanya, mandat BRGM juga meliputi rehabilitasi mangrove. Rehabilitasi 600.000 hektar kawasan mangrove diimplementasikan di Sembilan provinsi yakni di Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat dan ditargetkan selesai pada tahun 2024. Hingga penghujung tahun 2021, rehabilitasi mangrove di 9 provinsi prioritas direncanakan akan mencapai 83 ribu hektar. Sosialisasi program dan penanaman mangrove tahap pertama sudah mulai dilakukan di sejumlah provinsi mulai April lalu.
Walau rehabilitasi mangrove menjadi tugas dan fungsi (tupoksi) BRGM, target rehabilitasi mangrove tersebut merupakan bagian dari program nasional sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024. Untuk mendorong kolaborasi dan sinergi multipihak, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) didaulat oleh Presiden Jokowi untuk mengkoordinasikan kementerian dan lembaga terkait antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), serta mendorong pihak non pemerintah untuk dapat bersama-sama merealisasikan target rehabilitasi lahan kritis mangrove tersebut.
Dalam keterangan media, Menko Marves Luhut B. Pandjaitan mengemukakan rencana Kemenko Marves untuk membangun sistem informasi pemantauan mangrove nasional yang merangkum semua kegiatan dari seluruh pemangku kepentingan. Pelaporan dari seluruh pihak yang melakukan kegiatan mangrove akan dikompilasi dalam sistem tersebut. Dengan demikian, harapannya, semua kegiatan yang terkait mangrove dapat terdokumentasikan dalam satu peta.
Pulihkan Ekosistem Mangrove dan Ekonomi
Seiring dengan berjalannya Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pasca COVID-19, program nasional rehabilitasi mangrove dirancang dengan pendekatan pembangunan ekonomi lokal. Melalui metode padat karya, penanaman mangrove di 9 provinsi pada tahun 2021 diperkirakan akan mempekerjakan 203.500 masyarakat. Dengan anggaran mencapai 1,5 triliun rupiah, sebagian besarnya dialokasikan untuk pembibitan dan penanaman yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal dari desa-desa dampingan.
Bagi BRGM, pelaksanaan restorasi berbasis masyarakat bukan hal yang baru. Pasalnya, pada pelaksanaan restorasi gambut periode sebelumnya, BRGM juga bekerja bersama dengan masyarakat secara langsung di tapak melalui pembentukan Desa Peduli Gambut. Dalam keterangan tertulisnya di website BRGM, Kepala BRGM Hartono menegaskan, pendekatan Konsep Desa Peduli Mangrove (DPM) akan diterapkan untuk memfasilitasi pelaksanaan kegiatan sosialisasi, edukasi, dan fasilitasi pembuatan kelompok masyarakat yang nantinya ikut dalam pengelolaan dan pengembangan ekonomi mangrove.
Kembangkan Riset Mangrove
Sementara dari aspek riset dan ilmu pengetahuan, upaya pemerintah untuk melestarikan mangrove direalisasikan melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi dan NGO untuk menggarap riset dan kajian terapan mangrove. Dalam pelaksanaan riset terapan ini, KLHK bekerjasama denganBadan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan pengujian dan penerapan praktik-praktik baik konservasi dan restorasi mangrove, serta pengukuran baseline cadangan karbon untuk penyempurnaan tingkat emisi referensi hutan (Forest Reference Emission Level, FREL) ekosistem hutan mangrove. Riset juga mencakup analisis adaptasi hutan mangrove, studi produktivitas nipah untuk masyarakat, dan kajian sosial ekonomi.
Sementara untuk membangun platform dan kelembagaan yang menjadi hub penelitian mangrove, KLHK dengan bantuan dana hibah dari Jerman menyiapkan pembentukan Pembentukan World Mangrove Centre (WMC). WMC diharapkan dapat memfasilitasi kolaborasi multipihak terkait riset mangrove, menstimulasi kegiatan-kegiatan riset mangrove oleh perguruan tinggi, serta mempromosikan pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan.
Potensi Karbon Biru: Restorasi dan Konservasi
Berbicara pemulihan mangrove tentunya tak bisa dilepaskan dari potensi karbon biru yang dimiliki ekosistem ini. Kontribusi mangrove terhadap mitigasi perubahan iklim telah banyak dijelaskan di berbagai riset. Yang terbaru adalah penelitian CIFOR pada tahun 2020 yang mengungkap mengenai potensi regenerasi hutan mangrove khususnya di Papua dan Papua Barat terhadap tercapainya target penurunan emisi nasional Indonesia melalui peningkatan cadangan karbon mangrove dan pencegahan emisi GRK yang berasal dari perubahan tata guna lahan.
Mengutip dari website CIFOR, Sigit Sasmito, peneliti CIFOR dan kandidat doktor di Universitas Charles Darwin Australia, menyatakan bahwa alih fungsi mangrove menjadi lokasi budidaya perairan berkontribusi terhadap hilangnya stok karbon biomassa hidup sampai dengan 85 persen. Sementara, dengan menggabungkan kehilangan stok karbon dari biomassa hidup dan karbon tanah akibat perubahan tata guna lahan menjadi akuakultur, cadangan karbon menyusut hingga 66 persen.
Selain mengulas potensi mangrove sebagai penyerap karbon, di sisi lain penelitian ini juga menekankan tentang pentingnya upaya konservasi untuk menghalau laju konversi mangrove yang menjadi sumber emisi. Dengan kata lain, optimalisasi potensi karbon biru mangrove hanya bisa dicapai jika kegiatan penanaman diimbangi pula dengan upaya perlindungan ekosistem mangrove.
Target rehabilitasi mangrove 600.000 hektar adalah langkah strategis yang patut diapresiasi. Namun demikian, konservasi juga perlu mendapat porsi yang signifikan. Berdasarkan data KKP, ekosistem mangrove yang kondisinya kritis saat ini luasnya mencapai 637 ribu hektare atau mencakup 19 persen dari total luas mangrove di Indonesia yang mencapai 3,3 juta ha. Sementara kondisi mangrove di Indonesia saat ini yang masih dalam keadaan baik, luasannya mencapai 2,6 juta ha atau mencakup 81 persen dari total luas yang ada. Harapan untuk keberlanjutan mangrove akan kian menjanjikan jika prioritas dapat dialokasikan bagi 100 persen mangrove di Indonesia; rehabilitasi untuk 19 persen mangrove yang kritis serta proteksi untuk 81 persen ekosistem mangrove yang masih intact.
Mau berbagi cerita juga? Yuk daftarkan komunitas-mu ke dalam jaringan Penjaga Laut